Laman

Sabtu, 02 April 2011

PERBANKAN SYARIAH



Nama   : HENI PUJIARTI
Npm    : 10208585
Kelas   : 3EA10
Tugas   : Komputerisasi Lembaga Keuangan Perbankan 
Tugas Ke 10

PERBANKAN SYARIAH
Latar Belakang Bank Syariah
Secara umum, bank melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Perbankan telah ada sejak zaman Rasulullah Saw dimana dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah Saw yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 angka 1). Sedangkan yang dimaksud dengan bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk laninnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (pasal 1 angka 2). I menjadi dua kategori yaitu:
1.  Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2
Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa perbankan telah berkembang lama dalam masyarakat akan tetapi lembaga perbankan yang ada dalam kegiatan usaha yang dilakukan tersebut halal atau haram. Oleh karena itu untuk menjamin kehalalan jenis kegiatan usaha perbankan, maka operasionalnya harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip perbankan syariah. Menurut pasal 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dengan mengacu Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dapat dikatakan bahwa jenis perbankan dibag
Dapat kita ketahui dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, dikatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun juga pengertian Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha- usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional
Definisi Perbankan Syariah
Dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya  berdasarkan  Prinsip  Syariah  dan  menurut jenisnya  terdiri  atas  Bank  Umum  Syariah  dan  Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Perbankan Islam juga berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme operasional dan manajemen perbankan Islam sesuai dengan yang telah ditetapkan sebagaimana bank konvensional, kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.

Kegiatan Usaha Bank Syariah
Kegiatan Usaha Bank Syariah antara lain diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal 1 nomor (12) dan (13) UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dinyatakan bahwa (12)
“Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil” (13)
“Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk pembiayaan dana dan atau kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syariah, antara lain Pembiayaan berdasarkan Prinsip bagi hasil (mudarabah), Pembiayaan berdasarkan Prinsip penyertaan modal (musyarakah), Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan Prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) ”

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.


Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia
Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Muamalah adalah ketentuan syariat yang mengatur hal hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia, seperti : jual beli, perdagangan, sewa-menyewa, pinjam-meminjam dan lain sebagainya.
Syariat adalah hukum atau peraturan yang ditentukan Allah Swt untuk hambaNya sebagaimana yang terkandung dalam al Qur’an dan hadist.

Pelaksanaan kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana pada Bank Syariah di Indonesia tunduk pada ketentuan Peraturan Perundang undangan mengenai perbankan di Indonesia, seperti Undang – undang Nomor 7 tahun 1992 dan Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998, disamping itu juga harus sesuai dengan ketentuan – ketentuan Syariah yang merupakan landasan dalam pelaksanaan kegiatan Penghimpunan Dana pada Bank Syariah. Kegiatan Penghimpunan dana antara lain dilakukan dalam bentuk : Giro atau Tabungan berdasarkan Prinsip Wadi‟ah; Tabungan berdasarkan prinsip Wadi‟ah dan atau Mudarabah; Deposito berjangka berdasarkan Prinsip Mudarabah. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan sehubungan dengan kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan oleh Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Syariah, antara lain;
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005,
Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip syariah, Pasal (3) yang menjelaskan tentang syarat-syarat kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Giro atau tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah, Pasal (4) yang menjelaskan tentang Syarat – syarat kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Giro berdasarkan PrinsipMudarabah, dan Pasal (5) yang menjelaskan tentang syarat – syarat penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan Mudarabah.

Mengenal Perbankan Syariah Lebih Dekat

Perbankan pernah dikejutkan oleh ketidakmampuan bank konvensional dalam menghadapi berbagai macam ketidak pastian moneter yang kemudian melahirkan resesesi ekonomi 1997-1998. Ditengarai bahwa bencana itu justru terjadi disebabkan oleh sistem bunga yang justru menjadi jantung perbankan konvensional. Bank dengan sistem bunganya yang beroperasi sangat kuat saat itu, ternyata sangat rapuh dan justru menjadi bagian masalah resesi ekonomi khususnya di Indonesi. Akhirnya kehadiran perbankan memantik banyak kritik. Yang menjadi titik kritik bank konvensional bukanlah menolak bank dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, melainkan pada karakteristik-karakteristiknya. Atas dasar kritik terhadap bank konvensional ini, para ahli ekonomi Islam kemudian menghadirkan Bank syari’ah dengan karkteristik yang berbeda dari bank konvensional. Secara fungsional, Bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional pada umumnya. Ia sama-sama sebagai sebuah lembaga intermediary yang mempertemukan investor dengan pengusaha. Akan tetapi dalam bank syariah lebih menjanjikan stabilitas dengan sistem pembagian keuntungan dan pembagian kerugian. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah mengenal adanya kebersamaan antar pemilik modal (pihak bank) dengan pengusaha. Demikian juga, ketika terjadi kerugian pada dana yang dikelola pengusaha, pihak bank syariah dengan produk-produk pembiayaan yang dimiliki ikut bertanggungjawab terhadap kerugian tersebut.
Pada aspek tabungan, berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak pernah menjanjikan bunga dengan sistem prosentase di awal. Yang diperjanjikan kepada nasabah penabung adalah adanya nisbah bagi hasil jika dana yang dikelola oleh bank mendapatkan keuntungan, yang besarya menyesuaikan besarnya pendapatan yang diperoleh bank. Atau setidaknya pihak bank memberikan tabarru’ kepada nasabah penabung sesuai dengan keihlasan dari pihak bank. Dengan sistem seperti ini akan terjalin kondisi keuangan yang stabil, karena tidak mengenal pembayaran bunga yang bersifat pasti.
Pada aspek kultur, bank syariah dihadirkan dengan kultur yang seislami mungkin berupa layanan yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral keagamaan. Kultur ini dibentuk mulai dari yang bersifat substantif seperti menjunjung tinggi keadilan, responsif terhadap kaum lemah, ramah dalam layanan dan lain-lain hingga yang bersifat aksesoris, seperti tata cara berpakaian, desain interior ruangan, tatacara berprilaku dan sebagainya. Tentu semua ini menjadi salah satu pembeda dengan bank konvensional.
Sejarah membuktikan bahwa, ketika resesi ekonomi menghantam dunia perbankan Indonesia pada tahun 1997-1998, bank syariah (ketika itu di Indonesia direpresentasikan bank muamalat) termasuk bank yang cukup mampu bertahan menghadapinya. Tanpa harus mempermasalahkan dengan aspek ideologis, pada kenyataanya bank syariah lebih baik dibandingkankan dengan bank konvensional. Maka sangat wajar jika kemudian bank syariah disambut dengan penuh harap oleh para pelaku bisnis.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar